Selasa, 09 Desember 2014

Coretan Awal Cinta

Dinginnya pagi menusuk dalam tulang dan membuat seonggok tubuh ini enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Jam beker berdering dengan kencangnya seakan memaksaku untuk membuka kelopak mata ini. Kulihat jam menunjukkan pukul 05.00 kulaksanakan kewajibanku menghadap sang kuasa. Kuambil sehelai handuk dan bergegas ke kamar mandi. Pantulan cermin menggambarkan diri ini telah siap berangkat untuk mencari sebutir nasi. Tak lupa sebelum berangakat ku cium tangan ayah dan bunda mengharap ridhonya.
Di ruangan yang sederhana dengan deretan etalase di kiri dan belakang meja kerja ku membaca sehelai resep dokter. Terasa asing coretan resep dokter kali ini. Tercoret di deretan paling atas dr. Pradipta Adrio Dikaputra dan membuat jiwa ini penasaran dengan sosoknya.
Tak sadar kaki ini melangkah dengan cepatnya menuju ruangan paling depan yang tertulis jelas IGD. Kulihat sosok lelaki tampan dengan jas putih dan stetoskop yang bergelantungan di leher. Kacamata dengan frame hitam membuat dirinya semakin pantas mendapat gelar dr. di depan namanya. Sadar kuperhatikan sosok itu menatapku dan melemparkan senyuman. Ku balas senyum menyejukkan itu dan langsung bergegas keluar dengan rasa malu.
Suara adzan dzuhur berkumandang tanda umat muslim untuk kembali menghadap sang kuasa. Di tempat inilah semua karyawan dengan derajat yang setara. Tak membedakan jabatan dan tak membedakan profesi.
Kulangkahkan kaki ini menuju masjid di area rumah sakit tepat di samping ruang IGD. Setelah tiba di teras masjid, ku lepas sepatu ini dan bergegas mengambil air wudhu dan segera sholat berjamaah dengan yang lainnya. 
Saat ku melipat mukenah telihat sosok lelaki tampan dengan kacamata berframe hitam yang keluar masjid dari pintu samping. Saatku perhatikan dia adalah dokter Dipta, ya nama itu yang perawat panggil saat ada pasien. Dan ketika dokter itu balik badan untuk memakai sandal ia melihatku dan melempar senyuman manis. Seonggok tubuh ini langsung berasa lemas dan entah apa yang diri ini rasakan. Seperti ada suntikan sedative yang tubuh ini terima, begitu nyaman begitu damai.

Malam semakin larut, tapi entah mengapa mata tak ingin di pejamkan. Jari tangan masih sibuk menari-nari diatas keyboard mencari nama di sebuah sosial media. Ya benar diri ini masih penasaran dengan sosok dokter muda yang terlihat di rumah sakit tadi. Dan akhirnya di layar komputer muncul nama "Pradipta Adrio Dikaputra" dan tanpa sadar jari tangan ini telah menambahkan dirinya di pertemanan. 
Jam menunjukkan pukul 13.30 saatnya diri ini bergegas pergi mengabdi demi bakti profesi di sebuah rumah sakit swasta. Masih tetap dengan jajaran etalase di sebelah kiri dan belakang meja kerja, merekap coretan-cotetan resep dokter dan tentu saja pelayanan. Terdengar suara berat dari arah pintu samping dan tak terduga ternyata dokter Dipta, mimpi apa semalam ucap batin ini.
Hari berganti hari dan tak terduga diri ini semakin dekat dengan sosok yang bernama Dipta. Kini ku menyebutnya dengan panggilan Iyo-Rio. Dan Iyo memanggilku dengan dek Inta. Ya Pramudisha Rhininta Adistyarani. Hubungan ini semakin dekat dengan tanpa status.
Pagi ini ku berencana pergi berlibur di area Jogja bersama keluarga. Ingin sekali Iyo ikut bersamaku tapi takdir berkehendak lain. Dirinya masih di bebankan dengan kewajiban jas putihnya. Tapi doanya pasti akan selalu bersamaku.
Ketika pulang berlibur tak lupa kubawakan buah tangan untuk Iyo. Saat itu Iyo dinas malam dengan jas putihnya dan diri ini dinas pagi dan masih di jajaran etalase di sebelah kiri dan belakang meja kerja. Saat tiba di rumah sakit Iyo menyambutku dengan senyuman dan langsung bergegas menyusul diri ini ke bagian Instalasi Farmasi. 
Setiap melihat sosok itu seonggok tubuh ini selalu lemas dan denyutan dalam dada terasa kencang seakan ingin meninggalkan tempatnya. Memang Iyo adalah sedative alami untukku. Setelah menerima buah tangan kecil dariku sosok itu pergi meninggalkan diri ini. Ingin ku menahannya dan berkata temani diri ini di sini sekarang dan selamanya.
Hari ini ku membaca pengumuman di sebuah web resmi perguruan tinggi bahwa diri ini keterima untuk melanjutkan pendidikan di sebuah universitas di Surabaya. Entah diri ini harus bahagia atau harus sedih. Memang diri ini ingin sekali melanjutkan pendidikan dan ini adalah kesempatan emas. Tapi disisi lain diri ini sudah terlanjur menikmati pekerjaan di rumah sakit dengan mitra kerja yang nyaman dan mungkin karena diri ini semakin dekat dengan Iyo. Aku sadar bahwa aku kini mencintai Iyo.
Di stasiun kereta ini aku menunggu kedatangan Iyo, ini saat terakhir aku bisa bertemu dengannya karena disisi lain minggu depan Iyo harus mengabdikan profesinya di wilayah Jambi. Harapan semakin pupus saat kereta tiba dan Iyo belum ada untuk sekedar say goodbye.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Saya yakin dengan kekuatan mimpi dan juga kekuatan doa karna Nothing is Impossible with Allah. Satu hal saja, bermimpilah setinggi langit karna walaupun jatuh maka jatuhnya masih diantara bintang-bintang. Bahagiakan orang-orang yang perlu dibahagiakan dan buat mereka bangga atas dirimu. ~ Allah SWT ~ Muhammad SAW ~ Beloved Mom (Kusporini) ~ Beloved Dad (Ary Kusnanto)