Indonesia,
negeri dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan sumber daya manusia
yang begitu banyak dan beragam. Namun, itu semua tidak bisa menjadikan
Indonesia menjadi negara yang maju, seperti Jepang misalnya. Kita bandingkan
saja, luas mana wilayah Indonesia jika dibandingkan Jepang? Tanahnya lebih
subur dimana? Lautnya lebih luas dimana? Kepulauannya lebih banyak dimana?
Sumber daya alamnya lebih melimpah dimana? Tapi, koruptornya lebih banyak
dimana? Dan negaranya maju yang mana?
Indonesia
terlalu mudah dibodohi oleh negara lain. Salah satu contohnya adalah saham
industri besar di Indonesia dikuasai oleh asing, yaitu Freeport. Padahal jika
potensi cadangan emas dan logam mulia lainnya yang berada di Papua bisa
dikelola oleh pemerintah dengan baik maka akan memakmurkan rakyat Papua dan
Indonesia secara keseluruhan. Namun, sebagian besar saham dari Freeport yaitu
90,64 persennya dikuasai oleh Freeport McMoRan sebagai induk perusahaan PT
Freeport Indonesia dan hanya 9,36 persen saham Freeport yang dikuasai oleh
negara (Kompasiana, 2015).
Mengapa
Indonesia mudah di bodohi oleh negara lain? Tidak hanya di dibodohi oleh negara
lain saja, tetapi warga Indonesia juga di bodohi oleh pemimpin negeri ini,
koruptor misalnya. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena lemahnya kualitas
pendidikan di Indonesia. Pendidikan berperan sangat penting untuk membekali
manusia dalam menyongsong masa depan dengan tantangan dan perubahan. Pendidikan
juga merupakan pintu gerbang kemajuan suatu bangsa.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa 75% sekolah di Indonesia tidak
memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Berdasarkan pemetaan Kemendikbud
terhadap 40.000 sekolah pada 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan
pengelolaan sebagian besar sekolah saat ini masih belum sesuai standar
pendidikan yang baik. Tak hanya itu, nilai rata-rata uji kompetensi guru yang
diharapkan standarnya mencapai 70 belum terpenuhi (Kompas, 2014).
Pada bulan
Ramadhan tahun 2016, penulis menjadi salah satu panitia bakti sosial di sebuah
sekolah dasar di daerah Solo. Acaranya adalah lomba-lomba seperti, adzan,
hafalan surat, dan pildacil. Ketika sedang dilaksanakan acara buka bersama
dengan murid-murid dan gurunya, tiba-tiba turun hujan. Ketika merasakan
kejadian ini begitu miris, bocor dimana-mana dan murid-murid tersebut
mengatakan bahwa hal ini sudah biasa. Tak terbayang bagaimana ketika kegiatan
belajar mengajar sedang berlangsung dan tiba-tiba hujan. Pemerintah seharusnya
menggunakan dana APBD daerah atau bahkan APBD negara untuk menyamakan fasilitas
antara sekolah di pedalaman dan sekolah di kota.
Di sekolah
tersebut juga begitu minim tenaga pendidiknya bahkan ada beberapa yang tidak
digaji. Pemerintah seharusnya mengirimkan tenaga pendidik yang berkualitas
tidak hanya di kota saja, tetapi juga harus ke daerah-daerah terpencil. Jika
tenaga pendidiknya berkualitas maka murid-muridnya juga akan berkualitas dan
dapat bersaing di tingkat nasional ataupun internasional. Meningkatkan kualitas
tenaga pendidik dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa diantaranya
adalah dengan penentuan standar kompetensi, uji kompetensi, dan sertifikasi,
serta dapat dilakukan pelatihan terhadap guru.
Sistem
pendidikan di Indonesia menerapkan wajib belajar 12 tahun, yaitu enam tahun di
Sekolah Dasar (SD), tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan tiga
tahun di Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk anak-anak yang kurang mampu
sebenarnya pemerintah sudah menyediakan beasiswa, bahkan ada sekolah gratis.
Namun, di beberapa tempat sekolah gratis minim fasilitas.
Sebenarnya ilmu
merupakan mata uang yang berlaku dimanapun, tetapi masyarakat Indonesia lebih
menghargai nilai daripada ilmu. Terkadang juga tenaga pendidik hanya
mementingkan hasil dari belajar mengajar daripada proses selama belajar
mengajar. Hal tersebut dapat memicu terjadinya berbagai kecurangan dalam
mendapatkan nilai. Peserta didik akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan
nilai yang maksimal, termasuk dengan cara-cara yang tidak baik, seperti
menyontek ketika ujian dan pada akhirnya nilai sempurna dengan hasil menyontek
lebih dihargai di masyarakat daripada nilai enam dengan usaha sendiri. Hal ini
adalah masalah besar yang dihadapi oleh bangsa ini. Jika hal ini terus
dibiarkan maka murid-murid bersekolah hanya untuk mencari nilai, bukan ilmu.
Seharusnya
tenaga pendidik jangan hanya menilai peserta didik dari hasil akhirnya saja,
tetapi proses juga harus diperhitungkan, seperti proses saat mengikuti kegiatan
belajar mengajar dan tingkah laku ketika berada di kelas. Tugas seorang tenaga
pendidik tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik akhlak dan moral peserta
didiknya. Kemudian peserta didik juga harus disadarkan bahwa nilai memang
penting, tetapi ilmu jauh lebih penting. Untuk apa hasil nilai yang baik tetapi
tidak bisa memertanggungjawabkan apa yang tertulis di dalamnya. Apabila itu
terjadi maka akan merugikan diri sendiri kedepannya.
Kegiatan belajar
mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia cenderung monoton. Guru berbicara dan
murid-murid hanya mendengarkan. Hal ini dapat menjadikan murid-murid bosan dan
enggan menerima pelajaran dengan baik. Seharusnya kegiatan belajar-mengajar di
sekolah dilakukan dengan cara yang menyenangkan, seperti pengajaran materi
dengan permainan tebak-tebakan atau mengisi teka-teki. Kegiatan belajar
mengajar juga dapat dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja, tetapi dapat
juga di lakukan di luar kelas sehingga murid-murid akan lebih berantusias dan
dapat membuka pikirannya juga. Diharapkan dengan seperti itu murid-murid akan
menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tercipta generasi penerus bangsa
yang tidak mudah dibodohi oleh orang lain atau bahkan bangsa lain.
Salah satu
program pemerintah untuk mencetak murid-murid yang mempunyai ketrampilan adalah
Sekolah Menegah Kejuruan (SMK). SMK
adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang orientasinya memberi bekal siswa
untuk memasuki lapangan kerja tingkat menengah dan melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang sesuai dengan kejuruannya (Pontianakpost, 2016). Kebetulan
disini penulis adalah lulusan SMK Farmasi Nasional Surakarta. Memang benar, di
SMK murid-murid diajarkan bagaimana mengasah ketrampilan sesuai dengan
jurusannya. Di akhir masa pendidikannya juga dilakukan ujian kompetensi untuk
menentukan apakah murid-murid tersebut
layak untuk lulus atau tidak. Setelah lulus ujian kompetensi, murid-murid akan
menerima surat tanda registrasi. Dalam bidang farmasi surat tersebut disebut dengan
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini digunakan
sebagai syarat untuk mendaftar pekerjaan di Apotek, Rumah Sakit, ataupun
Industri.
Ketentuan
lulusan SMF harus kuliah tercantum dalam UU Nomor 36/2014 tentang Tenaga Kerja.
Dalam penjelasan undang-undang tersebut ditentukan, para alumni sekolah farmasi
dalam waktu enam tahun sejak undang-undang diberlakukan, mereka harus kuliah
minimum program D3 Farmasi (Pikiran Rakyat, 2014). Padahal menurut Radar Lombok (2015) di
Indonesia dari 110 ribu tenaga kefarmasian, 70 persen jenjang
pendidikannya dibawah D3.
Siswa SMK
Farmasi umumnya memilih sekolah kejuruan untuk mendapatkan pekerjaan lebih
cepat setelah lulus. Namun, dengan adanya ketentuan tersebut mereka harus
melanjutkan kuliah minimal lulus D3 yang artinya tujuan awal mereka untuk
mendapatkan pekerjaan lebih cepat akan tertunda. Apabila keluarga mampu
menguliahkan maka tidak menjadi soal, tetapi jika keluarganya kurang mampu maka
akan menjadi masalah besar bagi lulusan SMK Farmasi karena akan memicu
pengangguran.
Penulis merasa
iba terhadap nasib lulusan SMK Farmasi, terutama lulusan baru, karena melamar
pekerjaan akan sulit dan melanjutkan kuliah pun juga sulit karena pelajaran
yang diberikan di SMK jauh dari soal-soal ujian tulis masuk perguruan tinggi.
Karena sebenarnya memang murid-murid SMK dipersiapkan untuk bekerja bukan
kuliah.
Itulah beberapa
gambaran pendidikan di Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah
untuk menjadikan pendidikan di Indonesia berkualitas sehingga menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas pula. Jika sumber daya manusianya
berkualitas maka rakyat Indonesia tidak akan mudah untuk dibodohi dan sumber
daya alamnya dapat dikelola dengan baik oleh bangsa sendiri, bukan bangsa lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut juga perlu adanya kerja sama yang baik antara
rakyat dan juga pemerintah. Jika yang melakukan satu pihak saja maka akan
percuma juga. Salam generasi perubahan!
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Tenaga Kesehatan
Menunggu Putusan MK. http://www.radarlombok.co.id
(diakses 1 Januari 2017)
Aripala, Sasmito. 2016. Antara SMA
dan SMK. http://www.pontianakpost.co.id
(diakses 1 Januari 2017)
Latief, M. 2014. Berita Buruk
Pendidikan Indonesia. http://edukasi.kompas.com
(diakses 31 Desember 2016)
Mukhijab. 2014. Alumni Sekolah
Menengah Farmasi Tolak Kuliah. http://www.pikiran-rakyat.com
(diakses 1 Januari 2017)
Putra, Fisal. 2015. Tambang
Emas Dikuasai Asing, Indonesia Hanya Jadi Penonton. http://www.kompasiana.com (diakses 31
Desember 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar