Minggu, 19 Februari 2017

PENGENTASAN KEBODOHAN DENGAN PENDIDIKAN



Indonesia, negeri dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan sumber daya manusia yang begitu banyak dan beragam. Namun, itu semua tidak bisa menjadikan Indonesia menjadi negara yang maju, seperti Jepang misalnya. Kita bandingkan saja, luas mana wilayah Indonesia jika dibandingkan Jepang? Tanahnya lebih subur dimana? Lautnya lebih luas dimana? Kepulauannya lebih banyak dimana? Sumber daya alamnya lebih melimpah dimana? Tapi, koruptornya lebih banyak dimana? Dan negaranya maju yang mana?

Indonesia terlalu mudah dibodohi oleh negara lain. Salah satu contohnya adalah saham industri besar di Indonesia dikuasai oleh asing, yaitu Freeport. Padahal jika potensi cadangan emas dan logam mulia lainnya yang berada di Papua bisa dikelola oleh pemerintah dengan baik maka akan memakmurkan rakyat Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Namun, sebagian besar saham dari Freeport yaitu 90,64 persennya dikuasai oleh Freeport McMoRan sebagai induk perusahaan PT Freeport Indonesia dan hanya 9,36 persen saham Freeport yang dikuasai oleh negara (Kompasiana, 2015).

Mengapa Indonesia mudah di bodohi oleh negara lain? Tidak hanya di dibodohi oleh negara lain saja, tetapi warga Indonesia juga di bodohi oleh pemimpin negeri ini, koruptor misalnya. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Pendidikan berperan sangat penting untuk membekali manusia dalam menyongsong masa depan dengan tantangan dan perubahan. Pendidikan juga merupakan pintu gerbang kemajuan suatu bangsa.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Berdasarkan pemetaan Kemendikbud terhadap 40.000 sekolah pada 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan pengelolaan sebagian besar sekolah saat ini masih belum sesuai standar pendidikan yang baik. Tak hanya itu, nilai rata-rata uji kompetensi guru yang diharapkan standarnya mencapai 70 belum terpenuhi (Kompas, 2014).
 
Pada bulan Ramadhan tahun 2016, penulis menjadi salah satu panitia bakti sosial di sebuah sekolah dasar di daerah Solo. Acaranya adalah lomba-lomba seperti, adzan, hafalan surat, dan pildacil. Ketika sedang dilaksanakan acara buka bersama dengan murid-murid dan gurunya, tiba-tiba turun hujan. Ketika merasakan kejadian ini begitu miris, bocor dimana-mana dan murid-murid tersebut mengatakan bahwa hal ini sudah biasa. Tak terbayang bagaimana ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan tiba-tiba hujan. Pemerintah seharusnya menggunakan dana APBD daerah atau bahkan APBD negara untuk menyamakan fasilitas antara sekolah di pedalaman dan sekolah di kota.

Di sekolah tersebut juga begitu minim tenaga pendidiknya bahkan ada beberapa yang tidak digaji. Pemerintah seharusnya mengirimkan tenaga pendidik yang berkualitas tidak hanya di kota saja, tetapi juga harus ke daerah-daerah terpencil. Jika tenaga pendidiknya berkualitas maka murid-muridnya juga akan berkualitas dan dapat bersaing di tingkat nasional ataupun internasional. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa diantaranya adalah dengan penentuan standar kompetensi, uji kompetensi, dan sertifikasi, serta dapat dilakukan pelatihan terhadap guru.

Sistem pendidikan di Indonesia menerapkan wajib belajar 12 tahun, yaitu enam tahun di Sekolah Dasar (SD), tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan tiga tahun di Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk anak-anak yang kurang mampu sebenarnya pemerintah sudah menyediakan beasiswa, bahkan ada sekolah gratis. Namun, di beberapa tempat sekolah gratis minim fasilitas.

Sebenarnya ilmu merupakan mata uang yang berlaku dimanapun, tetapi masyarakat Indonesia lebih menghargai nilai daripada ilmu. Terkadang juga tenaga pendidik hanya mementingkan hasil dari belajar mengajar daripada proses selama belajar mengajar. Hal tersebut dapat memicu terjadinya berbagai kecurangan dalam mendapatkan nilai. Peserta didik akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang maksimal, termasuk dengan cara-cara yang tidak baik, seperti menyontek ketika ujian dan pada akhirnya nilai sempurna dengan hasil menyontek lebih dihargai di masyarakat daripada nilai enam dengan usaha sendiri. Hal ini adalah masalah besar yang dihadapi oleh bangsa ini. Jika hal ini terus dibiarkan maka murid-murid bersekolah hanya untuk mencari nilai, bukan ilmu.

Seharusnya tenaga pendidik jangan hanya menilai peserta didik dari hasil akhirnya saja, tetapi proses juga harus diperhitungkan, seperti proses saat mengikuti kegiatan belajar mengajar dan tingkah laku ketika berada di kelas. Tugas seorang tenaga pendidik tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik akhlak dan moral peserta didiknya. Kemudian peserta didik juga harus disadarkan bahwa nilai memang penting, tetapi ilmu jauh lebih penting. Untuk apa hasil nilai yang baik tetapi tidak bisa memertanggungjawabkan apa yang tertulis di dalamnya. Apabila itu terjadi maka akan merugikan diri sendiri kedepannya.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia cenderung monoton. Guru berbicara dan murid-murid hanya mendengarkan. Hal ini dapat menjadikan murid-murid bosan dan enggan menerima pelajaran dengan baik. Seharusnya kegiatan belajar-mengajar di sekolah dilakukan dengan cara yang menyenangkan, seperti pengajaran materi dengan permainan tebak-tebakan atau mengisi teka-teki. Kegiatan belajar mengajar juga dapat dilakukan tidak hanya di dalam ruangan saja, tetapi dapat juga di lakukan di luar kelas sehingga murid-murid akan lebih berantusias dan dapat membuka pikirannya juga. Diharapkan dengan seperti itu murid-murid akan menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tercipta generasi penerus bangsa yang tidak mudah dibodohi oleh orang lain atau bahkan bangsa lain.

Salah satu program pemerintah untuk mencetak murid-murid yang mempunyai ketrampilan adalah Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).  SMK adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang orientasinya memberi bekal siswa untuk memasuki lapangan kerja tingkat menengah dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sesuai dengan kejuruannya (Pontianakpost, 2016). Kebetulan disini penulis adalah lulusan SMK Farmasi Nasional Surakarta. Memang benar, di SMK murid-murid diajarkan bagaimana mengasah ketrampilan sesuai dengan jurusannya. Di akhir masa pendidikannya juga dilakukan ujian kompetensi untuk menentukan apakah murid-murid  tersebut layak untuk lulus atau tidak. Setelah lulus ujian kompetensi, murid-murid akan menerima surat tanda registrasi. Dalam bidang farmasi surat tersebut disebut dengan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini digunakan sebagai syarat untuk mendaftar pekerjaan di Apotek, Rumah Sakit, ataupun Industri.

Ketentuan lulusan SMF harus kuliah tercantum dalam UU Nomor 36/2014 tentang Tenaga Kerja. Dalam penjelasan undang-undang tersebut ditentukan, para alumni sekolah farmasi dalam waktu enam tahun sejak undang-undang diberlakukan, mereka harus kuliah minimum program D3 Farmasi (Pikiran Rakyat, 2014).  Padahal menurut Radar Lombok (2015) di Indonesia dari 110 ribu tenaga kefarmasian, 70 persen  jenjang pendidikannya dibawah D3.

Siswa SMK Farmasi umumnya memilih sekolah kejuruan untuk mendapatkan pekerjaan lebih cepat setelah lulus. Namun, dengan adanya ketentuan tersebut mereka harus melanjutkan kuliah minimal lulus D3 yang artinya tujuan awal mereka untuk mendapatkan pekerjaan lebih cepat akan tertunda. Apabila keluarga mampu menguliahkan maka tidak menjadi soal, tetapi jika keluarganya kurang mampu maka akan menjadi masalah besar bagi lulusan SMK Farmasi karena akan memicu pengangguran.

Penulis merasa iba terhadap nasib lulusan SMK Farmasi, terutama lulusan baru, karena melamar pekerjaan akan sulit dan melanjutkan kuliah pun juga sulit karena pelajaran yang diberikan di SMK jauh dari soal-soal ujian tulis masuk perguruan tinggi. Karena sebenarnya memang murid-murid SMK dipersiapkan untuk bekerja bukan kuliah.

Itulah beberapa gambaran pendidikan di Indonesia. Masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menjadikan pendidikan di Indonesia berkualitas sehingga menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Jika sumber daya manusianya berkualitas maka rakyat Indonesia tidak akan mudah untuk dibodohi dan sumber daya alamnya dapat dikelola dengan baik oleh bangsa sendiri, bukan bangsa lain. Untuk mencapai tujuan tersebut juga perlu adanya kerja sama yang baik antara rakyat dan juga pemerintah. Jika yang melakukan satu pihak saja maka akan percuma juga. Salam generasi perubahan!



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Tenaga Kesehatan Menunggu Putusan MK. http://www.radarlombok.co.id (diakses 1 Januari 2017)

Aripala, Sasmito. 2016. Antara SMA dan SMK. http://www.pontianakpost.co.id (diakses 1 Januari 2017)

Latief, M. 2014. Berita Buruk Pendidikan Indonesia. http://edukasi.kompas.com (diakses 31 Desember 2016)

Mukhijab. 2014. Alumni Sekolah Menengah Farmasi Tolak Kuliah. http://www.pikiran-rakyat.com (diakses 1 Januari 2017)

Putra, Fisal. 2015. Tambang Emas Dikuasai Asing, Indonesia Hanya Jadi Penonton. http://www.kompasiana.com (diakses 31 Desember 2016)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Saya yakin dengan kekuatan mimpi dan juga kekuatan doa karna Nothing is Impossible with Allah. Satu hal saja, bermimpilah setinggi langit karna walaupun jatuh maka jatuhnya masih diantara bintang-bintang. Bahagiakan orang-orang yang perlu dibahagiakan dan buat mereka bangga atas dirimu. ~ Allah SWT ~ Muhammad SAW ~ Beloved Mom (Kusporini) ~ Beloved Dad (Ary Kusnanto)